Laman
Sabtu, 16 Februari 2013
PROSES MANAJEMEN
Setiap
organisasi dapat dipastikan memiliki satu atau beberapa tujuan yang memberikan
arah dan menyatukan pandangan unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut.
Sudah barang tentu tujuan yang akan dicapai di masa yang akan datang tersebut
adalah suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya. Dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan inilah diperlukan serangkaian kegiatan seperti yang
telah dikemukakan di atas yang lebih dikenal sebagai proses manajemen.
Secara
umum proses manajemen dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penetapan tujuan (goal setting).
2. Perencanaan (planning).
3. Staffing.
4. Pengaturan (Directing).
5. Pengawasan (Supervising).
6. Pengendalian (controlling).
Rangkaian
proses manajemen ini merupakan proses yang bersifat dinamis. Dengan kata lain,
proses tersebut tidak dapat dilihat sebagai suatu tahapan-tahapan yang berdiri
sendiri melainkan sebagai proses yang
berkait yang memungkinkan adanya pengulangan kembali suatu tahapan
proses yang telah dilakukan sebelumnya, terutama dalam kaitannya dengan
hubungan antara perencanaan dan pengendalian.
Untuk
melaksanakan proses-proses manajemen di atas, manajer memerlukan prasarana dan
sarana, di antaranya memerlukan kekuasaan, tujuan orientasi, manusia, serta sumber
daya lainnya. Kekuasaan dibutuhkan oleh seorang manager untuk mempengaruhi
orang lain. Terdapat beberapa jenis kekuasaan yang mungkin diperlukan, di
antaranya adalah :
1. Kekuasaan formal yang terjadi karena suatu
posisi atau jabatan tertentu (Legitimate).
2. Kekuasaan untuk memaksa atau menghukum (Coercive
power).
3. Kekuasaan untuk memberikan penghargaan (Reward
power).
4. Kekuasaan/kekuatan yang bisa menyebabkan orang
lain mengikuti atau melakukan peniruan (Reference power).
5. Kekuasaan yang ditimbulkan oleh keunggulan
pengetahuan, pengalaman, kemampuan, dan keterampilan (Expert power).
Penetapan
Tujuan
Penetapan
tujuan merupakan tahapan paling awal dari suatu proses manajemen. Tujuan
merupakan misi sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi di masa yang
akan datang dan manajer bertugas mengarahkan jalannya organisasi untuk mencapai
tujuan tersebut. Effektifitas pencapaian tujuan tersebut, selain ditentukan
oleh kemampuan manajer, juga ditentukan oleh sifat-sifat dari tujuan itu sendiri.
Tujuan yang baik harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
1. Spesifik, jelas apa yang ingin dicapai atau
diperoleh.
2. Realistis, bisa dicapai dan bukan sekedar
angan-angan.
3. Terukur, memiliki ukuran-ukuran tertentu untuk
menentukan keberhasilannya.
4. Terbatas waktu, mempunyai batas waktu sebagai
target kapan tujuan tersebut harus bisa dicapai.
Dalam
penetapan tujuan ini terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu apa
yang disebut dengan pendekatan puncak-bawah (top-down) atau pendekatan
dari atas dan pendekatan bawah-puncak (bottom-up) atau pendekatan dari
bawah.
Dengan
menggunakan pendekatan dari atas puncak-bawah (top-down), tujuan dibuat
terlebih dahulu oleh manajemen lapisan atas. Tujuan yan telah dirumuskan di
sini kemudian dikaji dan dijabarkan lagi oleh lapisan manajemen di bawahnya
untuk kemudian dirumuskan lagi. Begitu seterusnya sampai ke lapisan manajemen
paling bawah sehingga memungkinkan didapatkannya konsistensi tujuan akhir.
Berbeda
dengan pendekatan dari atas, maka pendekatan dari bawah merupakan kebalikan
dari pendekatan tersebut. Penetapan tujuan dimulai dari individu-individu pada
lapisan manajemen bawah. Kemudian dilakukan pengkajian terhadap tujuan-tujuan
tersebut pada lapisan manajemen di atasnya untuk dirumuskan dalam suatu tujuan
tertentu. Begitu seterusnya sampai akhirnya mencapai lapisan manajemen puncak (top
management), tujuan tersebut akhirnya terumuskan sebagai kesepakatan
bersama.
Salah
satu hal yang harus diperhatikan dalam tujuan ini berkenaan dengan tingkatan
dalam organisasi adalah tujuan memiliki hirarki atau tingkatan tertentu pula.
Pada tingkatan organisasi paling atas, dengan kata lain tingkat manajemen
puncak, tujuan bersifat sangat global. Makin ke bawah tingkatan tujuan tersebut
makin terjabarkan sehingga bersifat sangat spesifik dan operasional. Misalkan
sebuah perusahaan bertujuan meningkatkan jumlah keuntungan pada tahun produksi
mendatang. Bagi bagian pemasaran, tujuan tersebut dapat dirumuskan lagi dalam
bentuk sasaran penjualan (misalkan dalam rupiah) tahun mendatang yang harus
dicapai. Pada tingkatan di bawahnya lagi tujuan tersebut dijabarkan lagi dalam
penentuan strategi promosi yang harus dilakukan.
Perencanaan
Perencanaan
merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai
keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat
berbagai bentuk rencana yang pada dasarnya dibedakan menjadi :
1. Kebijaksanaan (policy),adalah rencana
yang menerangkan keseluruhan batasan kegiatan secara umum dan komprehensif yang
menjadi pegangan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
2. Prosedur,adalah rencana yang menerangkan
tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu kegiatan.
3. Metode,adalah rencana yang menerangkan
tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu kegiatan.
4. Standard, yaitu suatu gambaran pencapaian yang
diharapkan dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
5. Anggaran, yaitu rencana mengenai penerimaan
dan pengeluaran uang dalam suatu kegiatan.
6. Program, adalah rencana komprehensif yang
menyangkut pemakaian sumber daya secara integratif termasuk jadwal pelaksanaan
kegiatan-kegiatan.
Di
samping itu perencanaan juga dapat dilihat dari sudut jangkauan waktu atau
kurun (horizon) perencanaannya. Ada rencana yang jangkauan waktunya
panjang atau lebih dikenal lagi dengan sebutan rencana janka panjang
(strategis), misalkan rencana untuk 5 tahun mendatang. Di lain pihak ada
rencana yag jangkauan waktunya lebih pendek, misalkan rencana untuk satu tahun
bahkan satu bulan mendatang, yang disebut sebagai rencana operasional (taktis).
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam menyusun perencanaan secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Mendefinisikan persoalan yang direncanakan
dengan jelas dan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2. Mengumpulkan informasi-informasi yang
berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin akan terjadi dalam rangka
pencapaian tujuan tersebut.
3. Melakukan analisis terhadap informasi yang
dapat dikumpulkan dan mengklasifikasikannya atas kepentingannya.
4. Menetapkan batasan-batasan perencanaan.
5. Menetapkan alternatif-alternatif rencana.
6. Memilih rencana yang akan dipakai dari
alternatif-alternatif yang ada.
7. Menyiapkan langkah-langkah pelaksanaan yang
lebih rinci serta penjadwalan pelaksanaannya.
8. Melakukan pemeriksaan ulang (review)
terhadap rencana yang diusulkan sebelum rencana dilaksanakan.
Staffing
Staffing
adalah proses manajemen yang berkenaan dengan pengerahan (recruitment),
penempatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada
dasarnya prinsip dari tahapan proses manajemen ini adalah menempatkan orang
yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada saat yang tepat (right people,
right position, right time).
Sebelum
mencari orang untuk ditempatkan dalam satu posisi tertentu maka terlebih dahulu
ditetapkan struktur organisasi yang akan dipakai. Masing-masing posisi pada
organisasi tersebut kemudian harus dijelaskan lingkup tugas, tanggung jawab,
dan keahlian serta keterampilan yang diisyaratkan yang dikenal sebagai uraian
jabatan (job description) dan persyaratan jabatan (job requirement).
Berdasarkan kedua hal inilah baru dilakuan proses staffing tersebut.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam tahapan staffing ini pada dasarnya adalah sebagai
berikut :
1. Perencanaan sumber daya manusia, yaitu tahapan
penentuan akan kebutuhan tenaga kerja dalam suatu organisasi dengan
mempertimbangkan rencana organisasi seperti pengembangan yang akan dilakukan di
samping juga mempertimbangkan faktor
luar seperti kondisi pasar tenaga kerja.
2. Pengerahan tenaga kerja (recruitment),
yang dapat berasal dari pasar tenaga kerja maupun berasal dari promosi dalam
organisasi itu sendiri.
3. Seleksi, yaitu proses pemilihan tenaga kerja
yang sesuai dengan posisi yang akan diisi dari sekumpulan orang yang didapat
dari proses pengerahan tenaga kerja.
4. Pelatihan (training), setelah
didapatkan orang yang sesuai untuk satu posisi tertentu, maka langkah
berikutnya adalah melakukan pelatihan bagi orang tersebut sehingga memenuhi
kualifikasi persyaratan jabatannya.
5. Penilaian kinerja (performance appraisal)
setiap tenaga kerja yang ada untuk melihat kemungkinan promosi, mutasi, atau
bahkan mungkin pemberian hukuman, setelah jangka waktu tertentu (secara
berkala).
PENGATURAN
(Directing)
Pengaturan
(directing) adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu kesatuan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan proses ini terkandung
usaha-usaha bagaimana memotivasi orang agar dapat bekerja dengan baik,
bagaimana proses kepemimpinan yang memungkinkan pencapaian tujuan serta dapat
memberikan suasana hubungan kerja yang baik, dan bagaimana mengkoordinasi
orang-orang dan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi.
Pada
dasarnya dalam bekerja orang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Apabila
motivasi ini dapat dikenali dan kemudian dirangsang dengan tepat maka bisa diharapkan
orang tersebut akan memiliki kinerja yang baik. Proses kepemimpinan yang baik
harus memperhatikan aspek motivasi tersebut.
Aspek
lain yang sangat penting dalam pengaturan adalah koordinasi. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan koordinasi antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Rentang kendali (span of control) yaitu
banyaknya orang yang masih dapat dikendalikan oleh seseorang secara efektif.
Pada dasarnya makin banyak bawahan yang harus dikendalikan maka koordinasi yang
semakin sulit. namun harus pula diingat bahwa jenis pekerjaan dan tingkat
manajemen juga mempengaruhi kemampuan tersebut.
2. Hirarki organisasi sesedikit mungkin sehingga
perintah atau informasi jangan sampai terlambat atau menyimpang.
3. Adanya kesatuan komando.
PENGAWASAN
(Supervising)
Pengawasan
(supervising) didefinisikan sebagai interaksi langsung antar
individu-individu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja serta tujuan
organisasi tersebut.
Berkenaan
dengan tahapan proses ini perlu dikenal adanya suatu kondisi tertentu dalam
organisasi yaitu fenomena kelompok formal dan informal dalam suatu organisasi.
Kelompok formal adalah kelompok yang dapat dilihat pada struktur organisasi
resmi yang dibentuk oleh manajemen untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan
tertentu. Namun demikian dapat timbul suatu kelompok informal yang berbeda
dengan kelompok formal. Kelompok ini bisa membentuk struktur yang kuat dengan
pemimpin sendiri serta mungkin aturan-aturan sendiri pula.
Kelompok
informal ini bisa mendukung organisasi tetapi juga bisa menghambat organisasi.
Tahapan pengawsan ini harus bisa mengatasi kemungkinan hambatan dari
kelompok informal ini. Bagaimana menjaga hubungan antar individu dan juga antar
kelompok formal-informal harus dilakukan dengan baik.
Pengendalian
Pengendalian
adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu proses evaluasi kinerja,
dan jika diperlukan dilakukan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan
sebab pada kegiatan pengendalian inilah dilihat apakah yag direncanakan
tersebut dapat dicapai atau tidak.
Proses
pengendalian tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Sebagai langkah pertama dilakukan pengukuran
terhadap kinerja yang telah ditampilkan dalam selang waktu pengendalian
tertentu.
2. Kemudian hasil yang dicapai tersebut
dibandingkan dengan standard yang telah ditetapkan dalam rencana untuk
menentukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
3. Apabila penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
masih berada dalam batasan-batasan yang diijinkan dalam rencana maka proses
manajemen terus dilakukan, jika tidak maka harus dilakukan perbaikan-perbaikan
terhadap rencana yang telah dibuat sehingga proses manajemen berulang kembali.
PENGERTIAN DASAR DAN PERKEMBANGAN MANAJEMEN
PENGERTIAN DASAR DAN PERKEMBANGAN
MANAJEMEN
Pengertian
Manajemen
Banyak
ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi atau pengertian
manajemen. Beberapa di antaranya merumuskan manajemen sebagai berikut :
1. (1)Stoner & Wankel : Manajemen
adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha
anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
2. (1)Terry : Manajemen adalah proses
tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan sumberdaya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Masih
banyak lagi definisi atau pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai
manajemen, namun demikian dari sekian banyak definisi tersebut dapat dikatakan
bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk memelihara kerjasama
sekelompok orang dalam satu kesatuan serta usaha memanfaatkan sumber daya yang
lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian sebenarnya kegiatan manajemen itu hampir selalu ada pada setiap
kegiatan manusia, sebab sebagai makhluk sosial manusia akan selalu berusaha
berkumpul dan bekerja sama.
Jika
dilihat dari pengertian paling mendasar dari organisasi, maka dapat dikatakan
bahwa untuk menjalankan suatu organisasi, apapun bentuk organisasi tersebut,
dibutuhkan manajemen.
Unsur-unsur
Manajemen
Dari
pengertian manajemen di atas dikemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses
untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai
tujuan tertentu. Sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang diperlukan
tersebut disebut sebagai unsur-unsur manajemen.
Lebih
lengkapnya, (1)unsur-unsur manajemen ini dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Manusia (man).
2. Bahan (materials).
3. Mesin (machines).
4. Metode/cara kerja (methods).
5. Modal uang (money).
Unsur-unsur
ini dikenal pula sebagai 5 m, bila dinyatakan dalam bahasa Inggris. Bahan (materials)
tidak harus diartikan sebagai logam seperti dalam industri manufaktur logam
misalnya. Ia juga bisa berarti informasi yang diolah misalkan dalam manajemen
perkantoran.
Berkenaan
dengan unsur-unsur atau sumber daya ini harus diingat bahwa semua itu tidak
tersedia secara berlimpah. Ada keterbatasan yang mengakibatkan pemanfaatannya
harus dilakukan sehemat dan secermat mungkin. Dengan demikian proses manajemen
yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan tersebut untuk pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
TingkatAN
Manajemen
Suatu
organisasi mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu yang berbeda satu sama lain.
Ada tingkatan organisasi yang bersifat operasional atau pelaksanaan misalkan
dalam suatu kegiatan industri adalah operator-operator mesin, ada tingkatan
yang bersifat strategis misalkan direksi.
(1)Berdasarkan
tingkatan-tingkatan organisasi ini, dapat dibedakan tingkatan manajemen. Pada
dasarnya terdapat tiga tingkatan manajemen, yaitu :
1. Manajemen tingkat terbawah (first line
management) yaitu tingkatan manajemen pada tingkat bawah dari suatu
organisasi. Pada tingkatan ini manajemen berfungsi mengarahkan pekerja-pekerja
operasional. Jika dilihat dari segi perencanaan yang dibuat pada tingkatan ini
maka jangkauan perencanaan yang dibuat biasanya hanya melingkupi jangka waktu
harian. Mandor-mandor berada dalam tingkatan manajemen ini.
2. Manajemen tingkat menengah (middle
management) adalah tingkatan manajemen yang berfungsi mengarahkan
kegiatan dari manajemen terbawah. jangkauan waktu Perencanaan yang dibuat
bersifat menengah.
3. Manajemen tingkat atas (top management)
adalah tingkatan paling tinggi dari manajemen yang biasanya terdiri atas
beberapa orang saja. Jangkauan perencanaan yang dibuat di sini bersifat
strategis dan meliputi kurun waktu rencana jangka panjang.
Perkembangan
Ilmu Manajemen
Jika
dilihat hakekatnya, sebenarnya proses manajemen atau kegiatan bermanajemen
sudah dilakukan orang sejak dahulu, yaitu sejak manusia mulai merasa perlu
untuk membentuk kelompok untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Namun sebagai disiplin ilmu, manajemen belum cukup lama berkembang.
Dapat dikatakan revolusi industri merupakan tonggak awal perkembangan ilmu
manajemen. Perubahan cara berproduksi menjadi produksi masal menimbulkan
pemikiran untuk mengelola usaha produksi tidak dengan cara 'coba-coba' lagi.
Dan masa-masa selanjutnya muncul banyak hal yang mendorong perkembangan ilmu
manajemen hingga mencapai kondisi seperti saat ini.
Secara
kronologis, perkembangan ilmu manajemen dan sebab-sebab yang melatar
belakanginya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Manajemen Ilmiah (Scientific
Management)
Diperkenalkan oleh F.W. Taylor, pada dasarnya
menekankan pada perencanaan, standarisasi dan memperbaiki usaha manusia pada
tingkat operator dalam upaya memaksimumkan output dengan input
yang minimum. (1)Taylor mengusulkan adanya pemberian bonus
bagi pekerja yang dapat menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari waktu
standar yang telah ditetapkan. Selain itu, Taylor juga menetapkan pengaturan
jam dan frekuensi istirahat pekerja.
(4)Peran manajemen ditekankan Taylor dengan
pernyataannya :
“Hanya melalui pelaksanaan
standarisasi metode-metode, pelaksanaan pemakaian peralatan dan kondisi kerja
yang baik, dan pelaksanaan kerjasama maka suatu pekerjaan dapat dijamin akan
berjalan lebih cepat. Dan tugas untuk melaksanakan pemakaian standar-standar
dan melaksanakan ketentraman kerja sama ada di tangan manajemen. Manajemen
harus menyadari kenyataan umum bahwa pekerja tidak akan menerima standarisasi
dan tidak akan bekerja lebih keras tanpa menerima yang lebih besar.”
(1)Kelemahan dari
manajemen ilmiah adalah memandang pekerja semata-mata hanya sebagai obyek kerja
saja. Pendapat yang menyatakan bahwa bonus dapat mendorong produktivitas kerja
ternyata tidak selamanya benar sehingga mendorong timbulnya pemikiran-pemikiran
baru di kalangan ilmuwan manajemen.
Teori administrasi
Diperkenalkan oleh Henri Fayol pada tahun 1916 dengan
mengemukakan prinsip-prinsip yang terdiri dari :
a.
Division of work, yaitu asas pembagian
kerja atau spesialisasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
b.
Autority and responsibility, yaitu asas
kekuasaan (wewenang), harus ada kekuasaan untuk membuat dirinya ditaati. Adanya
kekuasaan harus diikuti oleh tanggung jawab.
c.
Dicipline, harus ada penghargaan dan
ketaatan terhadap peraturan, tata tertib dan tujuan organisasi.
d.
Unity of command, asas kesatuan
komando/pimpinan yaitu seorang pekerja hanya menerima perintah dari satu orang
atasannya.
e.
Unity of direction, asas kesamaan arah
gerak, satu kepala dan satu rencana untuk seluruh gerak operasi menuju satu
tujuan.
f.
Subordination of individual interest to
general interest, asas bahwa kepentingan pribadi di dalam organisasi harus
di bawah dan mengalah kepada kepentingan umum organisasi.
g.
Remuneration of personnel, asas bahwa
personil itu harus dapat penghargaan yang setimpal dengan jasa-jasa mereka
kepada organisasi. Penghargaan itu harus adil, dan sedapat-dapatnya mendapatkan
kepuasan baik kepada personil maupun badan usaha/organisasi.
h.
Centralization, asas yang menyatakan
bahwa semua organisasi harus terpusat.
i.
Scaler of chain, asas yang menyatakan
adanya rangkaian dari kekuasaan yang paling tinggi sampai tingkat terendah.
j.
Order, asas ketertiban, yaitu satu tempat
untuk setiap orang dan setiap orang pada tempatnya. Dalam organisasi harus
disediakan satu tempat (jabatan) untuk setiap pegawainya dan setiap orang
(pegawai) harus berada di tempat yang telah ditentukan kepadanya. Jadi di sini
berlaku asas “The right man in the right place”.
k.
Equity, asas kewajaran dan keadilan,
didasarkan kepada perjanjian dan kesepakatan organisasi.
l.
Stability of tenure of personnel, asas
yang menyatakan bahwa diperlukan waktu bagi pegawai baru untuk menyesuaikan
diri pada jabatannya sehingga bisa menunaikan tugasnya dengan cukup baik. Jadi
jika seorang pegawai sebelum mencapai tingkat penyesuaian diri yang cukup dalam
suatu jabatan, lalu dipindahkan, maka ia tidak mendapatkan kesempatan untuk
menunjukkan karyanya dengan baik dan dia tidak mendapatkan kepuasan dari kariernya/
kerjanya.
m.
Initiative, asas inisiatif, yaitu
kesempatan untuk berinisiatif pada semua tingkat jabatan, kesempatan untuk
memikirkan dan merencanakan sendiri suatu karya, mengusulkannya pada atasannya
dan melaksanakannya sendiri. Dari sini dapat diharapkan kegembiraan kerja,
kepuasan kerja dan kebanggaan bagi si karyawan, yang akan menguntungkan
organisasi. Manajer yang baik adalah manajer yang pandai memberikan inisiatif
kepada bawahan.
n.
Esprit de corps, asas semangat
kebersamaan, yaitu perlunya kekompakan dalam bekerja di antara seluruh personil
dan perlunya dibina kerukunan secara terus menerus di antara personil, karena
hal ini merupakan kekuatan yang besar bagi suatu organisasi atau badan usaha.
Pendekatan Hubungan
Manusia (Human Relation Behavioral Approach)
Masalah
manusia yang tidak dapat dijawab oleh pendekatan manajemen ilmiah menjadi
pendorong bagi perkembangan ilmu manajemen berikutnya. Bersamaan dengan itu
berkembang pula ilmu psikologi industri, yang dipelopori oleh Hugo Munsterberg,
dan ilmu sosiologi yang ikut memberi pengaruh pada ilmu manajemen.
Ditinjau
dari sudut hubungan antar manusia (human relations) praktek manajemen
dapat dilihat sebagai pola hubungan antara manajer (atasan) dengan bawahannya.
Kondisi efisiensi kerja yang rendah merupakan petunjuk adanya hubungan yang
buruk antara bawahan dan atasan. Atasan harus mengetahui faktor-faktor sosial
dan faktor-faktor lain yang dapat memotivasi bawahan agar ia dapat membina
hubungan yang lebih baik dengan bawahannya.
Pelopor
dari aliran manajemen ini adalah Elton Mayo. Mayo merumuskan pendapatnya
melalui serangkaian penelitian yang sangat dikenal, yaitu The Hawthorne
Experiments. Berdasarkan penelitian tersebut, Mayo yang dibantu juga oleh
beberapa temannya mengemukakan beberapa hasil temuannya, antara lain :
a. Perangsang finansial atau bonus yang tidak
selamanya akan meningkatkan produktivitas pekerja.
b. Perilaku manajemen, dalam hal ini manajer atau
pengawas, juga mempengaruhi produktivitas pekerja. Perhatian pengawas pada
bawahannya bisa memberi pengaruh baik pada produktivitas kerja.
c. Kelompok informal dalam lingkungan pekerja
yang berfungsi sebagai lingkungan sosial pekerja juga mempengaruhi
produktivitas pekerja.
Dalam
perkembangannya, pendekatan hubungan antar manusia (human relation) ini
berkembang menjadi ilmu perilaku (behavior science), dan pendekatannya
dalam manajemen menjadi pendekatan perilaku. Pengikut aliran ini memandang
praktek-praktek manajemen sebagai rangkaian pola tingkah laku manusia yang
berperan di dalamnya. Berdasarkan pandangan tersebut, aliran manajemen ini
tidak lagi melihat manusia sebagai manusia rasional dan ekonomis (rational-economic-man)
tetapi melihat manusia sebagai makhluk sosial (social-man). Kebutuhan
manusia tidak hanya kebutuhan fisiologis saja (makan, rumah, pakaian) tetapi
mencakup juga kebutuhan-kebutuhan lain seperti keinginan untuk diterima dan
dihargai oleh orang lain yang harus dipenuhi juga dalam bekerja.
Dalam
praktek manajemen, pendekatan perilaku banyak memberikan perbaikan dari segi
kemanusiaan. Penemuan-penemuan yang
dihasilkan pendekatan ini seperti tentang bagaimana munculnya motivasi orang,
bagaimana kelompok berperilaku, bagaimana hubungan antar individu terjadi dalam
bekerja, menyebabkan makin diperbaikinya cara-cara berhubungan antara atasan
dengan bawahannya. Ini berarti gaya manajer mengalami perubahan dan akibatnya
terjadi pula perubahan pada pola pelatihan manajemen (management training).
Kelemahan-kelemahan
ternyata juga ada dalam pendekatan manajemen ini. Hasil-hasil penelitian dengan
ilmu perilaku (behavioral science) ini seringkali sulit diterapkan
dengan praktis. Lebih dari itu tingkah laku manusia itu sendiri sangat rumit,
sehingga sangat sulit untuk dipelajari.
Penyelidikan Operasional
(Management Science)
Perang
Dunia II juga memberi pengaruh pada perkembangan ilmu manajemen. Pada saat itu
pihak sekutu tengah mengembangkan teknik-teknik optimasi “penyelidikan
operasional” (operations research) untuk menghadapi pasukan kapal selam
pihak Jerman. Ketika perang selesai ternyata teknik-teknik optimasi yang
dikembangkan tersebut dapat dipakai dalam dunia industri, bahkan selanjutnya
terjadi pengembangan terus-menerus dalam teknik optimasi tersebut. Perkembangan
inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen.
Penyelidikan
operasional dikenal juga sebagai aliran kuantitatif dalam manajemen. Berbeda
dengan aliran-aliran sebelumnya, aliran ini memanfaatkan matematika sebagai
alat untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen. Aliran ini memandang
manajemen sebagai suatu kesatuan logis dari tindakan-tindakan yang dapat
dinyatakan secara matematis dan dapat diukur. Menurut aliran ini persoalan
dalam manajemen adalah :
a. Optimasi masukan-keluaran.
b. Permodelan persoalan secara matematis.
Sebagai
contoh, misalkan ingin dicapai penghematan biaya produksi tanpa mengurangi mutu
produk tersebut. Dengan mengadakan optimasi variabel-variabel yang mempengaruhi
biaya produksi (masukan) seperti biaya untuk bahan, biaya untuk tenaga kerja,
yang dengan sendirinya mempengaruhi mutu produk, maka tujuan yang diinginkan
dapat dicapai.
Teknik-teknik
yang dikembangkan dalam penyelidikan operasional ini tidak hanya dipakai dalam
sistem produksi. Metode Lintasan Kritis atau Critical Part Method (CPM)
dan Teknik Evaluasi Revisi Proyek atau Project Evaluation and Review
Technique (PERT) adalah metode yang dikembangkan dengan
pendekatan ini yang dimanfaatkan dalam manajemen proyek.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa teknik-teknik kuantitatif tersebut merupakan alat yang
sangat tangguh untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam manajemen. Namun demikian,
pemecahan tersebut hanya terbatas pada masalah manajemen yang bersifat
kuantitatif seperti persediaan, perencanaan produksi, dan lain-lain. Bila
masalah yang dihadapi sangat komprehensif sehingga sulit untuk
dikuantitatifkan, maka pendekatan ini sulit diterapkan.
Manajemen Dengan
Pendekatan Sistem
Perkembangan
teknologi menyebabkan semakin rumitnya sistem produksi dan semakin pendeknya
umur suatu produk. Selain itu penyebaran teknologi yang begitu cepat, ditambah
dengan adanya perdagangan yang bebas menyebabkan makin ketatnya persaingan,
tidak lagi antar perusahaan dalam satu negara melainkan sudah mencapai
tingkatan antar negara. Hal ini menuntut pengelolaan usaha yang makin baik,
yang dengan perkataan lain makin mendorong perkembangan ilmu manajemen.
Perkembangan berikutnya dari ilmu manajemen adalah manajemen dengan pendekatan
sistem dan manajemen dengan pendekatan situsional (contingency approach).
Pendekatan
sistem memandang manajemen sebagai suatu sistem. Sistem itu sendiri adalah
suatu kesatuan dari beberapa bagian yang disebut subsistem, dan mempunyai suatu
tujuan tertentu. Setiap sistem memiliki masukan-masukan tertentu dan memiliki
proses transformasi tertentu yang memproses masukan-masukan tersebut menjadi
keluaran-keluaran tertentu. Sistem berada dalam suatu lingkungan tertentu yang
sangat mempengaruhi, dan sifat khas lingkungan adalah sulit untuk dikendalikan.
Misalkan suatu perusahaan dipandang sebagai suatu sistem, maka situasi ekonomi,
dan persaingan, merupakan lingkungan sistem (perusahaan) yang akan mempengaruhi
setiap aktivitas perusahaan dan sulit untuk dikendalikan.
Manajemen
yang baik harus dapat mengendalikan subsistem-subsistem yang dimilikinya dengan
baik dan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang dapat terjadi dalam
lingkungan. Dengan kata lain, pendekatan ini berusaha melihat
persoalan-persoalan manajemen dalam perspektif kesatuan sebab-akibat yang
bersifat menyeluruh, bukan sebagai satuan-satuan yang terpisah-pisah.
Dalam
prakteknya pendekatan-pendekatan kuantitatif dalam penyelidikan operasional
banyak dipakai dalam pendekatan sistem ini. Dapat dibayangkan betapa rumitnya
penyelesaian yang harus dilakukan mengingat persoalan dilihat dalam perspektif
kesatuan, sehingga komputer banyak dipakai dalam penerapan manajemen dengan
pendekatan sistem ini.
Manajemen Dengan
Pendekatan Situasional (Contingency Approach)
Pengembangan
lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan sistem adalah manajemen dengan
pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini dikembangkan berdasarkan
kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah manajemen yang efektif di suatu tempat
belum tentu berhasil di tempat lain. Timbul pendapat bahwa faktor-faktor
keadaanlah (situasional factor) yang menyebabkan hal-hal tersebut terjadi.
Sesuai
dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau
menentukan teknik-teknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai
dengan tujuan dan situasi yang dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang
tersedia. Sebagai contoh, bila suatu perusahaan ingin meningkatkan
produktivitas pekerjanya, manajemen dengan pendekatan perilaku akan segera
mengusahakan pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan pendekatan
situasional, pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila
pekerja masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin
akan mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification).
Sebaliknya jika pekerja sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan
bukan penyederhanaan kerja, melainkan pengkayaan kerja (job enrichment).
Dalam
pendekatan ini kecenderungan dalam memandang setiap situasi yang rumit sangat
diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan aktif dalam menentukan apa yang
baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan manajemen situasional ini
dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James Rosenzweig,
Robert Kahn, dan lain-lain.
Langganan:
Postingan (Atom)